Munggahan secara harfiah diambil dari bahasa Jawa, munggah yang artinya naik, mancat atau menuju ke tempat tinggi. Selanjutnya munggahan menjadi sebuah tradisi yang dilaksanakan pada akhir bulan sya’ban guna menyambut datangnya bulan Suci Ramadhan. Keistimewaan bulan Suci Ramadhan melahirkan beragamm ekspresi masyarakat dalam menyambutnya dengan suka cita.
Sebuah tradisi lahir sebagai ungkapan cipta karsa manusia dalam memaknai kehidupannya. Dalam masyarakat plural seperti Indonesia, tercipta banyak sekali tradisi sebagai salah satu kekayaan bangsa. Dalam prakteknya, tradisi yang muncul dalam menyambut bulan suci Ramadhan berbeda di setiap daerah dan semuanya mengandung tata nilai yang tinggi dalam beragama dan bermasyarakat.
Beberapa contoh tradisi di masarakat Nusantara dalam menyambut Ramadhan adalah tradisi Nyorog masyarakat Betawi. Abdul Qodir Zaelani dalam Tradisi Nyorog Masyarakat Betawi dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam (Studi Masyarakat Betawi di Kota Bekasi Jawa Barat) tahun 2019 menjelaskan, tradisi Nyorog merupakan kebiasaan masyarakat Betawi, Bekasi Jawa Barat dalam menyambut Ramadhan dengan membagikan bingkisan, seperti bahan makanan mentah, gula, susu, kopi dan lainnya.
Tradisi nyorog dilakukan oleh beberapa keluarga dengan mengunjungi orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan. Abdul Qodir menyatakan bahwa tradisi nyorog memiliki nilai tinggi dalam hal merawat kekeluargaan, silaturahmi dan pendidikan sosial masyarakat.
Selanjutnya, tradisi Punggahan di Desa Bedono Kabupaten Semarang sebagaimana diungkapkan Salma Az Zahra dalam Tradisi Punggahan Menjelang Ramadhan (Studi di Desa Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang) tahun 2020. Kegiatan ini berisi tahlilan dan perkumpulan masyarakat sambil membawa beberapa makanan.
Tradisi Punggahan di Semarang ini biasanya dilakukan satu atau dua hari menjelang ramadhan yang bertujuan untuk mengirim do’a kepada leluhur atau biasa disebut bebak cidak. Selain itu, pelaksanaan tradisi punggahan bertujuan menjalin keakraban dan saling memaafkan antar anggota masyarakat sebelum memasuki ramadhan.
Berbeda halnya dengan masyarakat Kota Bandung, Jawa Barat yang menyambut bulan suci ramadhan dengan melaksanakan nyekar atau ziarah ke makam leluhur dan keluarga. Seperti diungkapkan Tata Prin Prihatinia dalam Perkembangan Tradisi Keagamaan Munggahan Kota Bandung Jawa Barat (Tahun 1990-2020) ziarah dilakukan sebagai iringan do’a dan pengingat bagi umat.
Berbagai tradisi tersebut memiliki nilai sejarah dan sosial yang tinggi, maka alangkah baiknya kita menjaga kelestarian tradisi tersebut agar tercapainya kebaikan dalam menyambut ramadhan.
Penulis: Ihsan Sa’dudin
Editor: Suciyadi Ramdhani