Wafatnya Jemaah Ibadah Haji dalam Konteks Bayani

Jemaah haji sedang berada di Masjidil Haram. (Sumber: Dok/Tribun Jabar)

Negara Indonesia memiliki beragam agama yang diakui, salah satunya yaitu agama Islam. Dan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Berbicara soal agama didalam setiap agama pasti memiliki kewajiban dan ajarannya masing – masing termasuk agama Islam.

Agama Islam memiliki lima dasar yang diajarkan oleh agama untuk penganutnya dan disebut sebagai rukun Islam. Rukun Islam yakni satu; syahadat dua; sholat tiga; zakat empat; puasa dan lima; naik haji (bagi yang mampu). Haji adalah salah satu ibadah yang terdapat pada agama Islam.

Dalam pelaksanaan ibadah haji dilakukan satu tahun sekali yang diawali pada tanggal 8 Dzulhijjah kemudian dilanjutkan pada tanggal 9 – 10 Dzulhijjah. Tentunya dalam pelaksanaan ibadah haji ini tidak hanya dilakukan umat muslim yang berasal dari indonesia, melainkan dilakukan oleh seluruh umat muslim yang ada didunia.

Ibadah haji merupakan ibadah sakral yang artinya tidak boleh sembarangan dalam melaksanakannya. Perlu diingat didalam rukun Islam dijelaskan bahwa haji (bagi yang mampu) mampu disini bukan hanya mampu dalam segi material, namun mampu juga dalam segi fisik.

Banyak umat muslim yang ingin sekali pergi haji dan melaksakannya dalam waktu dekat. Tetapi tidak sedikit orang yang fisiknya sudah lemah dan tetap ingin melaksanakan haji, seperti seorang lansia atau orang yang sudah memiliki usia lanjut.

Meskipun dalam pelaksanaan ibadah haji sudah ada batas maksimal usia. Kemudian tidak sedikit pula orang yang jatuh sakit dalam pelaksanaan ibadah haji. Banyak faktor permasalahan dalam melaksanakan ibadah haji salah satunya yang sudah disebutkan tadi yaitu jatuh sakit yang bisa saja diakibatkan oleh faktor kelelahan atau yang lainnya.

Selain itu bisa saja ada jemaah yang jatuh sakit hingga menyebabkan meninggal dunia. Hal – hal seperti itu memang bukan penghambat bagi pelaksanaan haji. Melaikan adalah suatu hikmah dalam pelaksanaan ibadah haji. Karena, meninggal dunia dalam keadaan syahid (gugur dijalan Allah) di tanah suci.

Dalam konteks bayani yang merupakan pendekatan berupa analisis teks. Atau dengan beranggapan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah wahyu (teks) atau penalaran dalam ilmu – ilmu keislaman seperti hadist, fikih dan Al Qur’an. (Hosnan, H. 2014).

Pembahasan ini bisa dilihat kebenarannya melalui Hadist Riwayat Abu Ya’la: “Barangsiapa keluar untuk berhaji lalu meninggal dunia, maka dituliskan untuknya pahala haji hingga hari kiamat. Barangsiapa keluar untuk umrah lalu meninggal dunia, maka ditulis untuknya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barangsiapa keluar untuk berjihad lalu mati maka ditulis untuknya pahala jihad hingga hari kiamat” (HR Abu Ya’la).

Selain itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Hadist riwayat Ahmad dan Tirmidzi:

مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا

“Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah disana. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat bagi orang yang mati disana,” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Dengan demikian, meninggal dunia adalah takdir yang tidak diketahui misalnya kapan kita meninggal, dimana kita meninggal dan bagaimana kita meninggal. Oleh karena itu meninggal dalam keadaan syahid merupakan bentuk sebaik – baiknya seorang muslimah atau umat muslim. Karena mendapatkan syafaat yang besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *