Deru mesin kapal menemani perjalanan saya kala itu. Cahaya dari Timur, yang pada 2014 silam dijadikan tajuk sebuah film betul-betul saya rasakan secara langsung di tengah laut Banda. Pagi itu menjelang penghujung tahun 2022, saya berkesempatan belajar dari masyarakat adat di Kepulauan Kei Kecil, Maluku Tenggara.
Konon, bisa mengunjungi Kei Kecil, apalagi menjelajah hingga ke relung-relung desa yang tersebar di sana adalah bentuk keberuntungan. Hangatnya sinar matahari pagi, juga laut biru yang menghampar luas, pulau-pulau kecil yang nampak di pelupuk mata menjadi setumpuk kebahagiaan dan rasa syukur luar biasa atas karunia Indonesia sebagai negara kepulauan.
Desa di Kepualauan Kei Kecil disebut Ohoi, ada 3 Ohoi yang saya kunjungi yaitu Ohoi Ohirenan, Ohoi Ohowait, dan Ohoi Werka. Perjalanan dimulai dari Kota Tual, Pulau Kei Besar, menaiki perahu motor hingga dermaga Pulau Kei Kecil. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan motor menembus jalanan di tengah hutan. Seperti menemukan surga tersembunyi, saat perjalanan saya sampai di Ohoi yang pertama yaitu Ohoi Ohoirenan, hamparan laut biru dan pemukiman penduduk yang terjajar rapi, juga gereja yang ditempatkan di sisi perbukitan tertinggi di Ohoi tersebut.
Jika Ohoi Ohoirenan menonjol dengan rumah ibadah di sisi bukit tertinggi, Ohoi Ohoi Werka merupakan saudara tua di Kepulauan Kei Kecil dengan kerajaan adat dengan eksistensi melalui lembaga adat. Masyarakat Ohoi Werka menganut agama kristen dengan tetap melaksanakan nilai-nilai adat.
Sedangkan di Ohoi Ohoiwait, di sisi paling ujung Kei Kecil, penduduk muslim dan kristen hidup berdampingan dengan harmonis. Rumah ibadah dua penganut agama tersebut juga sama-sama berdiri megah di Ohoi Ohoiwait.
Masyarakat Kepulauan Kei Kecil saling terhubung dengan kesamaan nilai lokal bahwa setiap Ohoi di kepulauan Kei Kecil adalah saudara. Kuatnya ikatan persaudaraan secara turun temurun disebabkan penurunan nilai dari leluhur hingga generasi setelahnya berlangsung secara simultan.
Hal-hal utama yang diatur melalui nilai lokal di setiap Ohoi di Kei Kecil terutama berkaitan dengan perkawinan, pembagian warisan, pemimpin adat, penjagaan sumber daya, dan kematian. Hal tersebut mendorong praktik-praktik keagamaan menyelaraskan diri dengan nilai-nilai yang telah kokoh tersebut. Salah satu bentuk kekuatan yang hingga saat ini masih berlangsung adalah tradisi Tabaos, bentuk komunikasi lokal yang digunakan untuk menyampaikan kabar kepada seluruh masyarakat terkait peristiwa atau kegiatan di Ohoi maupun lintas Ohoi.
Secara harfiah, Tabaos berarti mengabarkan. Beruntungnya saya bisa menyaksikan bagaimana Tabaos itu dilaksanakan di Ohoi Ohoirenan. Peristiwa yang terjadi saat itu terkait dengan pembangunan masjid di Ohoi Ohoiwait, masjid yang telah ada dirasa kapasitasnya sudah perlu ditingkatkan sehingga perlu pembangunan baru.
Menariknya, Tabaos dilaksanakan di desa lainnya dengan penduduk mayoritas beragama kristen. Marinyo, sebutan untuk orang yang ditugasi untuk memberikan kabar bahwa esok hari seluruh penduduk laki-laki kecuali anak-anak di Ohoi Ohoirenan berangkat bersama-sama untuk membangun masjid di Ohoi Ohoiwait.
Marinyo menyiarkan kabar tersebut di lorong jalan Ohoi, hingga keseluruhan rumah-rumah penduduk terlewati tanpa menggunakan pengeras suara ataupun singgah ke dalam rumah penduduk. Hingga semua rumah terlewati dan setiap rumah menyahut, Marinyo tidak akan menghentikan tugasnya.
Tabaos telah dilaksanakan turun temurun, tidak hanya terkait dengan gotong royong perihal fasilitas umum tetapi juga untuk semua aktivitas yang terkait dengan masyarakat Ohoi. Memberikan kabar untuk upacara perkawinan, kematian, maupun kegiatatn terkait dengan pengelolaan sumber daya alam juga dilakukan oleh Marinyo dengan Tabaos.
Nilai lokal yang masih dilestarikan hingga saat ini di Kepulauan Kei Kecil menjadi bukti bahwa keberagaman dan perbedaan dapat berdampingan dengan harmonis. Akar gotong royong dan kepedulian sosial yang telah dipraktikkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia nilainya terus dilaksanakan oleh generasi penerus. Miniatur persatuan Indonesia ada di gugus pulau kecil di Maluku Tenggara.
Penulis: Syahrul Kirom
Editor: Suciyadi Ramdhani