Perjalanan “Selawat Bani Hasyim”: Karomah Abah Sepuh dan Keutamaannya

Teks selawat Bani Hasyim. (Sumber: Dok/Kamaludin Godebag)

Selawat adalah bentuk penghormatan dan ungkapan kecintaan seorang hamba kepada Nabi Muhammad saw., yang merupakan kekasih Allah Swt. Dengan konsisten mengucapkan selawat kepada Nabi, seorang hamba berharap dapat menjalin kedekatan dengan beliau, serta meyakini bahwa melalui amalan selawat tersebut, mereka akan mendapatkan pertolongan baik di dunia maupun di akhirat.

Allah Swt berfirman di dalam Al-Qur’an :

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab [33]:56).

Namun, di antara banyak selawat yang sudah dikenal atau yang kita ketahui dari berbagai sumber keislaman dan ajaran ulama, terdapat satu shalawat Nabi yang menjadi amalan utama Abah Sepuh (Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya). Amalan ini memberikan kekuatan luar biasa (karomah) kepada Abah Sepuh karena ketekunan dan konsistensinya dalam mengamalkan selawat Bani Hasyim.

Perjalanan Shalawat Bani Hasyim dan Karomah Abah Sepuh

Diceritakan bahwa Abah Sepuh mendapatkan tugas dari gurunya, Mama Agung Syaikh Tholhah Kalisapu Cirebon, untuk belajar kepada Syaikh Kholil di Bangkalan, Madura. Bersama 11 murid lainnya, mereka melakukan perjalanan dari Cirebon ke Madura dengan berjalan kaki, sehingga total ada 12 orang dalam rombongan.

Ketika mereka sampai di Alas Roban, yang merupakan hutan yang sangat lebat antara Pekalongan dan Kendal, waktu sudah menjelang Maghrib. Mereka semua masuk ke masjid, dan pada saat itu ada seseorang yang sudah tua sudah berdiri sebagai imam. Tiba-tiba, orang tua tersebut membaca niat salat dengan ucapan yang aneh.

Hal tersebut membuat seluruh rombongan membubarkan diri, kecuali Abah Sepuh yang tetap tinggal setelah mendengar ucapan imam tersebut. Setelah selesai salat, imam menoleh kepada Abah Sepuh yang tinggal sendirian dan berkata dengan senyuman bahwa Abah Sepuh pasti berhasil karena ia menggunakan akalnya. Abah Sepuh tetap bermakmum karena ia mengetahui bahwa ucapan tersebut dilakukan di luar salat dan tidak mempengaruhi sahnya salat.

Setelah sampai di Bangkalan, Abah Sepuh mendapatkan ijazah selawat Bani Hasyim dari Syaikh Kholil. Saat pulang, ia diantar ke tepi pantai dan disediakan perahu yang hanya muat untuk satu orang tanpa adanya dayung. Abah Sepuh mencari dayung tetapi tidak menemukannya. Namun, dengan keyakinan penuh, ia niat membaca selawat Bani Hasyim.

Tiba-tiba, perahu mulai bergerak saat ia baru membaca “Allahumma“, seolah-olah perahu tersebut dinyalakan mesinnya seperti pada zaman sekarang. Abah Sepuh menyadari bahwa selawat Bani Hasyim adalah dayungnya. Setelah selesai membaca selawat, perahu bergerak ke arah barat hingga sampai ke Cirebon. Di Pantai Cirebon, Guru Agung menyambut Abah Sepuh sebagai murid terbaik yang berhasil menjalankan tugasnya.

Keutamaan Membaca Selawat Bani Hasyim

Selain memiliki keutamaan seperti selawat lain pada umumnya seperti dekat dengan Nabi, diangkat derajatnya dan sebagainya, selawat ini juga memiliki keutamaan sebagaimana proses lahirnya. Selawat Bani Hasyim bisa menjadi dayung (washilah) bagi Abah Sepuh untuk menggapai tujuan, ini juga menjadi dilalah bahwa selawat ini menjadi bacaan di kala sempit, ketika mempunyai banyak masalah, ketika banyak kemauan (hajat) dan menjadi obat hati.

Wallohu a’lam bishshowab

Referensi

Ayi Abdul Jabbar, “Kehebatan Shalawat Bani hasyim”, Nuqthoh: Bacaan Pembuka Hati.  No. 7 Tahun IV. 1 Syaban 1426 H. (Ciamis,  September 2005), 20

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *