Penyebaran Islam di Pulau Jawa

Peta persebaran Islam pada saat dahulu kala. (Sumber: Dok/NU Online)

Perkembangan Islam di Jawa tidak terlepas dari jasa para Walisongo. Perkataan wali berasal dari bahasa Arab wala, atauz waliya yang berarti qaraba yaitu dekat. Menurut pemahaman yang berkembang dalam ‘urf (tradisi) di Jawa, perkataan wali menjadi sebutan bagi orang yang dianggap keramat. Dalam kaitan ini ditemuilah istilah Walisongo atau Sembilan orang Waliyullah, penyiar terpenting agama Islam di Tanah Jawa. Mereka memiliki kelebihan. Dari masyarakat yang waktu itu masih menganut agama lama. 

Pembentukan Walisongo merupakan inisiatif dari Sultan Turki Muhammad I yang memerintah tahun 1394-1421. Berdasarkan laporan dari seorang saudagar India yang mengatakan bahwa di Jawa sudah terdapat komunitas Islam, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Oleh karena itu Sultan Muhammad I membentuk Tim 9 yang beranggotakan orang- orang yang memiliki kemampuan di berbagai bidang, yang diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim.

Tim diberangkatkan ke Pulau Jawa pada tahun 1404. Kedatangan Tim 9 tersebut diterima dengan baik oleh pihak kerajaan, karena tujuannya bukan untuk menjajah melainkan untuk menyebarkan agama Islam.

Dalam upaya menyebarkan Islam terdapat berbagai macam cara antara lain melalui perdagangan, perkawinan. Kesenian. Pesantren, kesenian, pesantren, ajaran tasawuf. Kedatangan Islam pertama kali di Jawa terjadi di daerah pesisir yang terkenal para pedagang muslim, mereka berniaga sambil menyebarkan agama Islam. Kadangkala para pedagang tersebut ada yang menetap dan kemudian menikah dengan wanita pribumi yang terlebih dahulu di Islamkan.

Adapun salah satu penyebaran islam melalui sarana kesenian (Seni ukir dan Seni pahat) Adapun seni ragam hias yang dipergunakan sebagai sarana Islamisasi periode awal adalah berupa seni ukir yang bermotif bunga-bunga dan sebagainya. Sebagaimana diketahui bahwa Islam melarang pembuatan patung secara natural, baik berupa binatang apalagi manusia.

Oleh karena itu kebiasaan dan kemampuan dalam ukir/ seni pahat diteruskan dan dialihkan untuk memahat atau mengukir gambar-gambar bunga, tulisan-tulisan, angka tahun peringatan atau kematian dengan huruf Arab dan juga kaligrafi Arab, baik yang mengutip ayat-ayat Alquran, Hadis ataupun kata-kata baik lainnya.

Dalam menyebarkan Islam, kebanyakan mereka betul-betul mengajak masyarakat untuk melakukan syari’at Islam dengan menyampaikan ajaran-ajaran ortodoksi (ajaran yang berpegang kepada sumber utama, yakni Al-Qur’an dan Al-Sunnah).

Kesimpulan

Islam tanpa kegoncangan-kegoncangan dapat diterima oleh masyarakat dan diintegrasikan kedalam pola budaya, sosial dan politik yang sudah mapan. Demikian juga para walisongo/Da’i yang tidak mengusik kepercayaan yang telah mengakar di masyarakat. Mereka tetap mempertahankan sebagian besar kebudayaan Hindu Jawa dan ciri mistik kebudayaan Islam diintegrasikan kedalam pandangan dunia Jawa tradisional tanpa suatu kesulitan yang berarti. 

Daftar Pustaka

In Sofwan, Dkk, Islamisasi Di Jawa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), P.229. Agus Sunyoto, Atlas Walisongo,(Depok: Pustaka Iman, 2017). P. http://repository.uinbanten.ac.id/4161/4/BAB%20II%20FIX.pdf Diakses pada hari Rabu, 12 Desember, 2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *