Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Bentuk Simbol-simbol Budaya dari Kesenian Sintren Cirebon

Penampilan Tarian Sintren Cirebon. (Sumber: Dok/Kota Cirebon)

Dalam risalah Ibnu Arobi, telah dijelaskan dalam isyarat ini sesuatu yang diharapkan dari hamba dalam penghambaanya kepada tuhan, bahwa “sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengaranya, sedang dia menyaksikanya (Zaedin, 2012:303).

Keterangan ini terdapat dalam QS Qaaf ayat 37:

Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.

Makna simbolik kesenian sintren yang terdapat di dalamnya memberikan pencerahan kepada setiap pelaku maupun penonton kesenian sintren bagi mereka yang berfikir, diterangkan dalam sebuah hadits, “bahwa sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Allah percikkan cahayanya itu, maka ia memperoleh petunjuk. Dan barangsiapa yang luput dari percikan cahaya itu, maka ia sesat dan durjana” (Zaedin: 2012:312).

Seperti halnya ditemukan sebuah Syair dalam lagu-lagu sintren memiliki maknamakna simbolik yang memberikan pencerahan. Beberapa syair itu diantaranya sebagai berikut: Selasih-selasih suliandana (selasih-selasih suliandana) Kelambi putih wadahe raga (kain putih tempatnya badan) Ana raga kadiran sukma (ada raga diisi ruh) Sukma wening temuruna (Tuhan turunkanlah kasih sayang) Selasih adalah nama bunga yang digunakan untuk berziarah kubur bagi masyarakat cirebon.

Selasih adalah bunga yang mengiringi katil/ keranda (andan-andan, suliandana) Kelambi putih adalah sandangan, pakayan/ kain kafan, pertanda orang yang sudah mati tidak biasa kembali ke dunia. Sehingga merupakan pengharapan bila sudah mati Allah menurunkan kasih sayang.

Demikian pula pesan yang terdapat dalam syair tembang dibawah ini: Waris lais terapnang sandang ira (pawang lais pasangkan pakayanmu) Dunung alah dunung (majikan duh majikan) Si dununge bahu kiwa (majikanya bahu kiri) Pangeran kang lara tangis (tuhan yang pengasih-penyayang).

Wari lais adalah pemain lais yang melambangkan makhluk (umat manusia). Terap nang sandang ira, melambangkan segala kehendak, prilaku manusia. Dunung adalah majikan, melambangkan Allah SWT yang wajib disembah. Kalimat dunung alah dunung dimaksudkan bahwa hanya kepada Allah kita wajib menyembah.

Si dunung bahu kiwa yang dimaksud bahwa tuhan itu tidak jauh dengan kita. Tuhan Maha mengetahui segala perbuatan kita. Pangeran kang lara tangis yang dimaksud disini adalah tuhan yang maha pengasih dan penyayang sebagai tempat kita mengabdi dan memohon pertolongan. Allah mengasihi semua umatNya dan menyayangi umatNya yang bertaqwa.

Begitupun dalam sebuah tarian sintren memperlihatkan sibolsimbol yang memerlukan pemikiran dan menjadi dakwah bagi para penikmat seni sintren seperti halnya posisi jari-jari tangan dengan keadaan melipat jari jempol, membiarkan empat jari yang lain terbuka dan bergerak saat menari memiliki makna simbolik kebahagiaan bagi para Nabiyin, Siddiqin, Syuhada dan Sholihin, merujuk pada makna salah satu dari surat AlFatihah yang artinya: “ tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau (Allah) berikan nikmat kepada mereka.”

Menurut Rama Guru Bambang Iriyanto dalam sebuah wawancara: “Orang yang di beri nikmat dalam hal ini adalah dari kalangan nabiyin, sidiqqin, syuhada dan sholihin.” Maksud dari tarian empat jari ini adalah mengharapkan kenikmatan dari Allah SWT seperti kenikmatan yang di dapatkan oleh para Nabiyin, Sidiqin, Syuhada dan Solihin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *