Masyarakat muslim terkadang memajang ayat al-Qur’an seperti ayat kursi atau kalimat-kalimat dzikir di dinding maupun pintu rumah mereka. Berbagai bentuk hiasan seperti kaligrafi, ada juga yang diberi bingkai maupun dilukis langsung pada dinding, umumnya diruang tamu agar menambah kesan nuansa islami, lukisan kaligrafi ini sering kita temui di tempat ibadah yaitu masjid dan mushola, tak jarang pula ditemui pada kendaraan seperti kaca mobil bagian belak. Ada juga yang menaruhnya sebagai hiasan meja kantor dan meja belajar, bahkan ada yang membuatnya sebagai gantungan kunci.
Sepenggal ayat-ayat al-Quran, asmaul husna maupun hadits yang digantung atau ditaruh ditempat-tempat tentu bukan tanpa alasan. Sebagian umat muslim yang berbuat demikian menganggap ayat tersebut memiliki keutamaan atau tingkat kesakralan yang tinggi sehingga dengan menggantungnya saja akan mendapat berkah dari Allah (tabarruk), ada juga yang meyakini dengan menggantung ayat-ayat al-Quran dirumah bisa mengusir setan, menjaga rumah dari berbagai marabahaya dan malapetaka. Sebagian yang lainnya ada yang melakukan hal –hal demikian yaitu dengan maksud kepada pembaca nya atau yang melihat hiasan itu agar senantiasa mengingat Allah subhanahu wata’ala, dan akan terucap pada lisan maupun dihati mereka kalimat takjub seperti maasyaAllah, Allahuakbar dan sebagainya.
Lantas bagaimana pandangan para Ulama dan aktivis dakwah terkait kebiasaan masyarakat muslim yang sudah mengakar ini? Apakah mereka hendak ber-tabarruk dengan menempelkan al-Quran pada dinding itu? Padahal tabarruk dengan al-Quran melalui cara seperti ini tidaklah disyariatkan dan termasuk bid’ah. Rasulullah ﷺ bersabda :
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ
“Setiap bid’ah itu sesat”.
Ustadz Dr. Syafiq Riza Basamallah, MA dalam ceramahnya menjawab bahwa al-Quran itu diturunkan untuk bukan untuk dipajang tapi untuk dibaca, tujuannya itu bukan untuk hiasan melainkan untuk diamalkan, dan para ulama memakruhkan perbuatan ini. Ustadz Farhan Abu Furaihan ditanya apa hukum memajang hiasan kaligrafi seperti asmaul husna, ayat kursi atau lainnya dengan tujuan untk hiasan rumah. Para Ulama menjawab jika hanya untuk hiasan dan sehingga orang yang melihatnya ingat kepada Allah, boleh-boleh saja dengan syarat tidak sampa jatuh kepada perendahan terhadap nama-nama Allah ‘azzawajala, dia bisa menjaganya dari debu atau kotoran, dijaga agar tetap bersih.
Disebutkan bawa Nabi ﷺ ketika masuk kamar mandi beliau melepas cincinnya yang dimana terdapat lafadz Allah ‘azzawajalla. Yang dilarang adalah jika sikapnya tidak memuliakan nama-nama atau ayat tersebut. Adalah menulis nama-nama Allah di kaca belakang mobil, yang dimana akan terkena debu atau kotoran, hal ini dinilai tidak layak dan tidak dibenarkan.
Para ulama mazhab yang empat pun sepakat melarang untuk memasang kaligrafi ayat al-Quran, karena memajang kaligrafi atau hiasan yang berisi ayat al-Quran dengan model apapun bisa menjadi sebab penghinaan terhadap nama Allah atau ayat al-Quran. Karena itulah para ulama mazhab melarang hal tersebut, dan termasuk adab-adab terhadap al-Quran.
Sebesar apapun ayat pajangan dinding itu ditulis sama sekali tidak ada kaitannya dengan mengusir setan. Dan pada kenyataanya orang yang melihat hiasan kaligrafi atau ayat-ayat al-Quran dan hadits tidak langsung ingat kepada Allah. Jika memajang itu diniatkan demikian maka lebih baik dipajang langsung berupa arti atau terjemah ayat dan hadits nya saja, karena yang demikian dinilai lebih baik.
Ataukah mereka yang menempelkan ayat-ayat al-Quran yang mulia ini hanya sekedar pemandangan yang memperindah (seagai hiasan)? Sesungguhnya Al-Quran lebih tinggi kedudukannya dan lebih agung derajatnya dari sekedar dijadikan hiasan dinding. Oleh karena itu sepantasnya sebagai seorang muslim menghindari tindakan-tindakan demikian, kewajiban untuk menghormati dan mengagungkan Kitab Allah sebagai pelajaran dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum mukminin, seperti firman Allah dalam QS. Shaad ayat 29 :
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” [Shaad/38 : 29]
Wallahua’lamu bisshawab..
Penulis: Iid Muhyidin
Editor: Suciyadi Ramdhani