Musik Pesantren (Perspektif Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah)

Musik Angklung

Pesantren di tengah masyarakat tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, namun sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan juga. Ada beberapa kesenian yang hadir dan berkembang di Pesantren di antaranya yaitu, seni bela diri berupa pencak silat, seni lukis berupa kaligrafi, dan seni musik berupa seni qosidah, rebana, marawis, gambus, dan lain-lain.

Berhubungan dengan seni musik, banyak pesantren yang membentuk kelompok kesenian untuk mengembangkan minat dan bakat para santri. Pesantren yang notabenenya tempat menimba ilmu agama ternyata tetap tidak bisa lepas dari dunia musik. Baik musik Islami maupun non-Islami.

Dalam konteks ini ada beberapa perbedaan pendapat mengenai musik ada yang mengatakan bahwa musik itu haram dan ada juga yang mengatakan bahwa musik itu tidak haram selama tidak mengandung unsur kemudaratan.

Terkait dengan musik, Quraish Shihab memiliki pandangan tersendiri mengenai musik, apakah musik itu haram atau sebaliknya. Dalam menghukumi musik lebih melihat pada dampak dan konten musik. Kalau dampak dan konten musik itu positif hukumnya boleh, sementara kalau dampak dan kontennya negatif dihukumi haram.

Menurut pendapatnya, jika diartikan secara sederhana musik adalah suara yang berirama, suara yang berirama ini bisa muncul tanpa alat, bisa juga disertai oleh alat. Banyak sekali ditemui permasalahan yang begitu kompleks serta kontroversial dalam penggunaan ayat-ayat al- Qur’an sebagai dalil pengharaman musik.

Salah satunya dalam Surat Luqman (31) Ayat 6 tentang lahwal hadisii.
Menurut penulis Tafsir al-Misbah tersebut, kata lahwun artinya sesuatu yang sia-sia. Sehingga kata lahwun di sini dipahami sebagai sesuatu hal tidak penting yang orang lakukan yang mengakibatkan hal penting terabaikan atau dalam konteks lebih luas melakukan sesuatu yang penting mengakibatkan perbuatan yang lebih penting terabaikan.

Tidak hanya itu, M. Qurasih Shihab menjelaskan juga apabila musik itu tidak melengahkan dari mengingat Allah maka dapat dihukumi mubah. Maka musik boleh-boleh saja, selama masih dalam batasan koridor yang dibolehkan Islam. Karena agama itu melarang kalau hal itu menyita waktu sedemikian rupa sehingga apa yang penting terabaikan.

Dengan terpaparnya penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa musik adalah suara yang berirama. Dan apabila seseorang melantunkan ayat suci Al-Quran dengan sangat indah kita tidak bisa mengatakan bahwa itu haram. Jadi ketika seseoraang menyanyikan sebuah lagu, kita tidak bisa langsung mengatakan bahwa musik itu haram dan itu semua bisa dilihat dari isi lagu tersebut apabila tidak mengandung kemudaratan maka boleh-boleh saja.

Penulis: Leny Sri Wahyuni
Editor: Suciyadi Ramdhani, M.Ant

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *