Moderasi Beragama untuk Keberlanjutan Masa Depan Indonesia

Ilustrasi masa depan Indonesia dalam dunia teknologi. (Sumber: freepik.com)

Moderasi Beragam; Sebuah Ide dan Gagasan

Moderasi beragama yang digagas oleh Lukman Hakim Saifuddin bukanlah hal baru. Sahiron Syamsuddin, Professor dalam Kajian Tafsir UIN Sunan Kalijaga, mengatakan moderasi beragama telah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Hal ini ditunjukkan dalam sikap Nabi ketika menghadapi para sahabat yang menunjukkan semangat beribadah kepada Allah SWT secara berlebihan.

Madinah Charter atau Perjanjian juga merupakan salah satu bentuk bagaimana Rasulullah dalam masa kepemimpinannya menghargai dan melindungi kelompok di luar Islam. Semangat ini harus terus dilanjutkan, khususnya di berbagai daerah yang memiliki keragaman suku, bangsa, bahasa dan agama.

Moderasi beragama diartikan sebagai “cara pandang, sikap, dan prilaku beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawentahkan esensi ajaran agama, yang melindungi martabat kemanusiaan, membangun kemaslahatan umum, berdasarkan prinsip adil, berimbang dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa”.

Selain itu, moderasi beragama memiliki landasan kuat dan dapat kita temukan pada beberapa ayat al-Qur’an. Menurut Sahiron Syamsuddin, dengan mengutip beberapa ahli lainnya, setidaknya ada 6 prinsip tentang moderasi beragama yang dapat ditemukan di al-Qur’an seperti, al-ṣirāṭ al-mustaqīm, ummat wasaṭ ta‘āruf anti-klaim kebenaran eksklusif pluralitas agama dan tidak ada paksaan dalam beragama.

Hal ini menguatkan pentingnya pemahaman agama yang moderat, berimbang dan membawa kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Moderasi Beragama: Kedamaian, Persatuan dan Kesatuan adalah tanggung jawab bersama

Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan Negara yang multikultural dalam segala aspek seperti bahasa, suku, dan agama. Sebagai negara hukum, di negeri ini, setiap orang harus mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, khususnya mereka kelompok minoritas dan mereka yang mengalami diskriminasi karena berbagai alasan.

Perlindungan terhadap kaum minoritas harus diberikan oleh Negara namun pada saat yang sama, setiap kaum Muslim, sebagai kelompok mayoritas, juga memiliki kewajiban memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap kelompok minoritas.  Dalam pelaksanaanya, menjaga persatuan, kesatuan dan kedamaian di Negara yang besar dan beragam ini menghadapi berbagai tantangan sehingga beberapa kali berbagai konflik yang mengatasnamakan agama pun beberapa kali terjadi.

Kedepannya, konflik antaragama harus bisa dicegah dan hal ini hanya dapat terwujud jika setiap warga Negara memiliki kesadaran akan pentingnya menghindari hal tersebut. Kedamaian bukan sebuah kondisi yang tercipta dengan sendirinya, akan tetapi suatu kondisi yang diupayakan oleh seluruh komponen bangsa.

Maka, setiap orang memiliki kontribusi dalam turut mewujudkannya.  Saat ini, setidaknya ada tiga tantangan kehidupan beragama di Indonesia (1) Menguatnya Pandangan, Sikap, dan Perilaku Keagamaan Eksklusif yang bersemangat menolak perbedaan dan menyingkirkan kelompok lain, (2) Tingginya angka kekerasan bermotif agama yang disebabkan pandangan, sikap, dan cara beragama yang eksklusif dan (3) Berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.

Untuk mencegah terjadinya konflik yang didasari oleh pemahaman keagamaan yang berbeda, setiap warga negara harus mengedepankan sikap toleransi dan penghargaan terhadap sesama, kebudayaan dan kecintaan terhadap tanah air sehingga konflik yang berlatarbelakang keagamaan tidak terjadi lagi di berbagai wilayah di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *