Pengalaman keagamaan seringkali dihubungkan dengan dimensi mistik dan spiritual dalam kehidupan manusia. Dalam Islam, dimensi mistik ini dikenal dengan istilah Irfani, yang mengacu pada pengalaman langsung dan intuitif dengan Tuhan. Pengalaman Irfani dalam Islam melibatkan proses pengetahuan langsung yang diperoleh melalui pengalaman intuitif dan pendekatan kasyf (penyinaran hakikat oleh Tuhan).
Menurut Ibnu Farhan dan Ahmad Tajuddin Arafat dalam artikelnya dengan judul “Tasawuf, Irfani, Dan Dialektika Pengetahuan Islam”, meskipun pengalaman dan pengetahuan Irfani masih bersifat subjektif, namun terdapat kriteria dalam menguji kebenarannya, seperti teori koherensi dan teori kebenaran pragmatis.
Dalam pemikiran Al-Jabiri, epistemologi burhani (berdasarkan logika) harus menjadi epistemologi yang layak diterapkan dalam masyarakat untuk mengurangi kebiasaan romantisisme yang mencari pengetahuan melalui illuminatif. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran dalam pengalaman keagamaan tidak hanya bersifat subjektif, namun juga dapat diuji melalui logika dan teori kebenaran.
Dalam konteks pengalaman keagamaan para pengajar pondok pesantren Al-Mardihyyatul Islamiyyah, bentuk pengalaman keagamaan meliputi bentuk teoritis dan pemikiran, bentuk praktis ‘peribadatan’, serta bentuk persekutuan melalui hubungan antara sesama guru, santri, orang tua, dan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman keagamaan tidak hanya bersifat individual, namun juga melibatkan interaksi sosial dan lingkungan sekitar.
Secara keseluruhan, pengalaman keagamaan dalam dimensi Irfani menunjukkan bahwa kebenaran dalam agama dapat ditemukan melalui pengalaman langsung dan intuitif dengan Tuhan, namun juga dapat diuji melalui logika dan teori kebenaran. Pengalaman keagamaan juga melibatkan interaksi sosial dan lingkungan sekitar, sehingga tidak hanya bersifat individual.
Penulis: Abdul Hamid | Editor: Suciyadi Ramdhani