
Keberagaman dan perbedaan merupakan khazanah kekayaan bangsa Indonesia yang semestinya dirawat oleh bangsa kita dan harus dipupuk semenjak dini di lingkungan keluarga. Kasus pengeboman di gereja di Surabaya tahun 2018 oleh satu keluarga dengan melibatkan anak anaknya yang masih berumur sembilan dan dua belas tahun membuat miris semua orang sekaligus membuat kita bertanya-tanya benarkah seorang anak kecil benar-benar ingin melakukan bom bunuh diri?
Ataukah keegoisan orang tua, yang berharap surga, dengan tega mengorbankan anaknya? Kejadian tersebut menjelaskan betapa besar pengaruh orang tua terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu pendidikan tentang toleransi dan moderasi beragama menjadi urgen bagi setiap keluarga.
Peran keluarga dalam kesuksesan seseorang sangat penting dan bisa dimulai dengan literasi dalam keluarga, studi tentang literasi di dalam keluarga sudah banyak terbukti bisa berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang baik di dunia akademik maupun dunia kerja dan bermasyarakat.
Literasi keluarga merupakan cultural capital, sebuah konsep yang digagas Bourdieu (2003) tentang reproduksi budaya dan sosial. Ini merupakan ide yang sangat menarik terkait pentingnya peran keluarga memetakan kesuksesan anak sejak dini. Konsep ini meyakini bahwa pengalaman yang diberikan oleh keluarga kepada seorang anak bisa membentuk karakteristik dan kesuksesan anak. Dalam hal ini orang tua memang sengaja membuat seorang terpapar oleh informasi dan pengalaman tertentu.
Dengan demikian, jika sebuah keluarga menginginkan anaknya memiliki toleransi dan moderasi baik dalam beragama, berbangsa dan bernegara maka pengalaman dan pengetahuan terkait hal tersebut bisa dikenalkan sejak dini melalui berbagai macam cara; salah satunya dengan konsep berliterasi, dengan membaca, bercerita dan merefleksikan cerita yang bisa dimulai oleh orang tua sejak usia dini.
Langkah pertama yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah dengan menggunakan bahan bacaan tentang toleransi beragama, misal cerita Rosul dan para sahabat Nabi Muhammad saw yang berkenaan dengan menghormati pemeluk agama lain dan bagaimana Rasul dan para sahabat sangat menghormati orang yang tidak sependapat bahkan memusuhi beliau.
Selanjutnya, sebagai orang tua, kita bisa mengajak anak kita untuk membaca dan menceritakan kembali kisah tersebut sembari kita berdiskusi dan memberikan pemahaman terkait toleransi dan moderasi beragama.
Obrolan santai dari sebuah kisah yang didiskusikan oleh orang tua dan anak akan sangat berdampak bukan hanya meningkatnya kemampuan literasi anak terhadap moderasi dan toleransi, kegiatan ini juga bisa menumbuhkan kepercayaan diri anak dan menguatnya ikatan antara orang tua dan anak. Hal ini lah yang menjadikan kegiatan literasi dalam keluarga menjadi sebuah capital (modal).
Jika banyak keluarga mempraktikan literasi moderasi beragama dan toleransi dengan bacaan dan kisah-kisah tentang moderasi dan toleransi beragama, maka bisa dipastikan ada ribuan bahkan jutaan keluarga yang telah menanam bibit untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia dan menjadikan bangsa Kita, bangsa yang kuat menjunjung tinggi moderasi beragama, toleransi dan menghargai perbedaan.
Referensi
Bourdieu, P. (2003). Cultural reproduction and social reproduction. Culture: Critical concepts in sociology, 3, 63-99.
Penulis: Syahrul Kirom
Editor: Suciyadi Ramdhani