Kiprah Milenial dalam Memperjuangkan Kesetaraan Gender (Studi Analisis Tafsir al-Maraghi) 

Ilustrasi kesetaraan gender. (Sumber: freepik.com)

Generasi Milenial dan Kesetaraan Gender

Meski kesenjangan gender terus terjadi, pada umumnya generasi milenial lebih terbuka pada kesetaraan gender dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Hal ini membawa harapan baru bahwa generasi milenial dapat menjadi garda terdepan untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap gender.

Kesetaraan gender selalu mewarnai dialektika dari masa ke masa. Kebanyakan dari pembahasan itu akan mengarah kepada perempuan, baik ketidakadilan, kekerasan seksual, deskriminasi, dan lain sebagainya. Maka, pada era millenial ini perlu adanya penataan cara pandang terhadap kesetaraan gender, dan solusi dalam mewujudkan kesetaraan gender itu dalam bingkai kebhinekaan.

Pengertian kesetaraan gender menurut Universal Declaration of Human Right adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka. Jadi kesetaraan gender bukanlah jenis kelamin, melainkan adalah kesetaraan dalam fungsi, peran, hak, dan kewajiban dalam suatu sistem masyarakat. Keberhasilan kesetaraan gender akan membuat tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan serta kesetaraan partisipasi dalam berbagai hal antara laki-laki dan perempuan.

Penafsiran Al-Maraghi Mengenai Ayat-ayat Gender

Imam Al-Maraghi menafsirkan ayat yang berkenaan tentang gender menggunakan metode adab ijtima’i. Selain menggunakan metode atau corak tersebut, al-Maraghi juga menggunakan juga metode tahlili, karena beliau dalam tafsirnya ia menurunkan ayat yang dianggap kelompok, lalu menjelaskan pengertian kata, maknanya secara ringkas, dan asbabun nuzul serta munasabahnya.

Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat yang berkenaan dengan peran perempuan, dalam hal ini ketika menafsirkan Surah Al-Baqarah ayat 282 (peran perempuan dalam hal kesaksian perempuan) menafsirkan bahwa kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki menurut Imam Maliki dan Syafi’i. Al-maraghi menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa wanita tidaklah kurang akalnya dan agamanya. Beliau memandang dalam hal ini masalah kesaksian hutang piutang, perempuan dapat diterima kesaksiannya, begitu juga dalam hal Qishas.

Dalam Surah Ali-Imran ayat 195 beliau menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal ini antara lelaki dan perempuan dalam hal pekerjaan apapun. Karena, Allah menegaskan bahwa Dia tidak menyia-nyiakan amal seseorang yang beriman kepada-Nya baik laki-laki maupun perempuan. Allah memberikan pahala kepada mereka tanpa membedakan jenis kelamin.

Dalam Surah An-Nisa’ beliau menafsirkan lafadz Qawwam dengan tekstual. Meskipun dalam akhir ayat, beliau menjelaskan bahwa ayat ini membahas mengenai kewajiban seorang suami kepada istrinya, bukan tentang kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga. Tapi, beliau menjelaskan bahwa yang seharusnya dalam memimpin rumah tangga adalah yang utama yaitu seorang suami.

Dalam Surah At-Taubah ayat 71, beliau menjelaskan bahwa kaum wanita boleh menyuarakan dan berpartisipasi dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena, Allah menyebutkan bahwa sebagian mereka adalah penolong, bagi sebagian yang lain dan memposisikan mereka sama di hadapan Allah.

Dengan demikian, generasi milenial memiliki beragam cara dalam menyuarakan pemikiran dan gagasannya tentang kesetaraan gender. Generasi milenial memiliki peran penting untuk mewacanakan gender melalui cara-cara kreatif di tengah industri kreatif yang berkembang luar biasa. Yaitu dengan sentuhan kreativitas agar menjadi cara-cara alternatif untuk membangun wacana dan mengajak untuk menciptakan dunia yang indah melalui kesetaraan dan keadilan gender.

Prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam tafsir al-Maraghi antara lain memposisikan sama kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba Tuhan dan sebagai wakil Tuhan di bumi (khalifah fii al-ardh), laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur yang sama, lalu keduanya terlibat dalam drama kosmis, ketika Adam dan Hawa sama-sama bersalah yang menyebabkannya jatuh ke bumi. Keduanya bersama-sama berpotensi meraih prestasi di bumi, dan sama-sama berpotensi untuk mencapai rida Tuhan, di dunia dan di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Fawdah, M. B. (1987). al-Tafsir wa Manahijuhu. (M. Zoeni, Trans.) Bandung: Cet. I Pustaka.

Mosiba, R. (2019). Wawasan al-Qur’an tentang Gender (Sebuah Kajian dengan Pendekatan Tafsir Tematik). VIII, 19-31.

Salim, A. M. (n.d.). Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. 18-29.

Penulis: Maimunah
Editor: Suciyadi Ramdhani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *