Isu gender termasuk isu yang tidak kalah untuk dibicarakan di antara isu yang satu dengan isu yang lainnya oleh beberapa kalangan. Berbagai pendapat timbul akibat tak jarangnya isu ini dipandang sebagai isu yang sensitif untuk dibicarakan. Membicarakan isu gender dalam Islam layaknya meneguk minuman lama dalam gelas yang baru.
Awal tahun 1977 M pada pertengahan abad ke-20, istilah gender mulai dikemukakan yaitu ketika sekumpulan kaum feminis di London bukan lagi menggunakan isu-isu lampau seperti sexist maupun patriarki, melainkan mengubahnya menjadi isu gender (gender discourse).
Berbicara tentang pria dan wanita, al-Qur’an sejatinya sudah berkali-kali membahas persoalan ini. Dari relasi keduanya, terdapat keserasian serta perbedaan mendasar antara keduanya.
Salah satunya ialah penegasan Islam mengenai kesamaan hak kewajiban antara pria dan wanita. Hal tersebut tercantum dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat ke-13 yang menerangkan bahwa pria dan wanita derajatnya sama dalam hak dan tanggung jawabnya sebagai manusia ciptaan Allah SWT., dan dalam kehidupan sosial pun pria dan wanita mempunyai hak yang sama. Hanya saja berbeda dalam hal peranannya sesuai dengan kodrat yang sudah dimiliki oleh masing-masing.
Dapat diilustrasikan bahwa al-Qur‘an senantiasa memposisikan manusia sesuai dengan porsinya. Manusia itu sebagai makhluk yang sama dihadapan Allah SWT., tetapi berbeda dalam beberapa hal, di mana perbedaan itu merupakan bukti keserasian antara pria dan wanita. Perbedaan antara pria dan wanita tidak bertujuan untuk membedakan keduanya dari segi derajat sosial, namun perbedaan tersebut merupakan wujud komitmen Allah SWT., menciptakan segalanya secara berpasang-pasangan agar proses reproduksi berjalan lancar dan terciptalah hubungan mutualis serta interdepedensi di antara pria dan wanita.
Kesetaraan dan keserasian antara pria dan wanita tidak pula bisa disama artikan dalam segala hal dan sisi, seperti yang sering diungkap oleh kelompok feminis. Al-Qur’an sudah menggambarkan kesetaraan dan keserasian antara pria dan wanita, tetapi tidak ada yang paling utama bagi pria dan wanita dalam kebebasan, kewajiban, serta hak. Ibnu Katsir menafsirkan surat al-Hujurat ayat ke-13, bahwa:
“Semua manusia berada dalam kemuliaan. Tetapi, masing-masing saling mempunyai kelebihan antara yang satu dan yang lain dalam urusan-urusan agama, yaitu ta’at kepada Allah SWT., dan mengikuti Rasulallah Saw. Oleh karena itu, Allah SWT., melarang manusia untuk saling menghina dan saling menjelekkan, sebagai peringatan bahwa mereka sama-sama manusia.”
Surat al-Hujurat ayat ke-13 ialah salah satu contoh ayat yang menerangkan tentang al-Qur’an yang sangat jelas mengangkat manusia, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain, kecuali dalam ketaqwaan kepada sang pencipta. Kesetaraan ialah keadaan yang menunjukkan adanya kedudukan yang sama, tingkatan yang sama, tidak lebih tinggi maupun tidak lebih rendah antara satu dengan yang lainnya.
Dalam surat al-Hujurat ayat ke-13 pula memberikan penegasan tentang relasi antara pria dan wanita dalam ranah sosial, yang mana perbedaan peran dan porsi antara keduanya merupakan akibat fungsi serta tugas-tugas utama yang dibebankan agama kepada pria dan wanita di dalam al-Qur’an dan Hadis.
Sumber Rujukan:
Nurrochman, 2014. “A-Qur’an dan Isu Kesetaraan Gender: Membongkar Tafsir Bias Gender, menuju Tafsir Ramah Perempuan.” Wahana Akademia 1, no. 2, h. 267-288.
Penulis: Nurul Fadhilah (Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Editor: Suciyadi Ramdhani