Ketentuan Puasa bagi Wanita Hamil dalam Konteks Burhani

Ilustrasi wanita hamil yang sedang berpuasa. (Sumber: Dok/Siloam Hospital)

Agama Islam memiliki lima rukun Islam salah satunya adalah rukun Islam keempat yaitu puasa. Puasa merupakan ibadah dengan menahan diri dari segala yang membatalkan sepeti rasa haus, lapar serta rasa nafsu didalam diri selama kurang lebih 13 jam, dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

Puasa ini dilakukan ketika bulan Ramadhan sampai menuju hari raya Idul Fitri. Seseorang sudah diwajibkan berpuasa ketika sudah baligh atau pada masa kedewasaan, tetapi anak – anakpun sudah boleh ikut berpuasa ketika berusia tujuh tahun.

Namun, ada beberapa orang yang tidak diperbolehkan berpuasa bahkan diharamkan yakni ketika wanita sedang udzur (datang bulan), wanita yang sedang menyusui, wanita yang sedang hamil, orang yang sedang jihad atau bepergian jauh, serta orag yang sedang sakit parah. Dalam berpuasa pasti ada ketentuan yang sudah ditetapkan. D

Di pembahasan ini penulis akan membahas bagaimana ketentuan berpuasa bagi orang hamil. Hamil merupakan masa dimana perempuan mengandung anaknya selama sembilan bulan. Setiap mengandung wanita akan merasakan reaksi yang berbeda – beda dari janin setiap bertambahnya usia kandungan. Wanita hamil juga biasanya cenderung sensitif seperti mudah lelah, mudah stres serta mudah terbawa emosi. Hal seperti itu yang membuat ada ketentuan pada wanita hamil untuk berpuasa.

Dalam konteks burhani ketentuan wanita hamil untuk berpuasa memiliki beberapa pendapat dari pakar ilmu kesehatan yakni dokter dan pendapat menurut para ulama. Burhani merupakan suatu pendekatan ilmu pengetahuan yang tidak bergantung pada teks maupun pengalaman, melaikan bertitik pada pemikiran akal dan logika. (Ilham, 2021).

Wanita hamil termasuk ke bagian orang yang berat untuk berpuasa menurut beberapa pendapat. Namun, terdapat perbedaaan pendapat yang mengakibatkan adanya kebingungan dalam masyarakat terkait berpuasa untuk wanita hamil karena kewajiban mengqhada (mengganti) saja puasa yang ditinggalkan atau mengqhada puasa yang ditinggalkan dan membayar fidyah. Fidyah menurut KBBI adalah membayar denda.

Ada beberapa pendapat yang melatarbelakangi ketentuan wanita hamil dalam berpuasa. Apabila wanita hamil khawatir menimbulkan mudharat yakni tindakan yang merugikan baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap janinnya. Maka hal ini diperbolehkan untuk tidak berpuasa. (Fauziyah, 2021).

Pendapat dokter mengenai wanita hamil yang berpuasa yakni ketika berpuasa pada saat kehamilan khawatir dapat membahayakan kesehatan, baik pada ibu maupun bayinya. Walaupun ibu hamil boleh saja menjalankan ibadah puasa asalkan kondisi ibu dan janin optimal. (Makarim, 2022). Selain itu menurut dua pandangan ulama yakni:

Madzhab Hanafi
Berdasarkan madzhab ini wanita hamil dan menyusui yang merasa khawatir karena takut terjadi sesuatu buruk ketika berpuasa, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Menurut madzhab ini rasa khawatir yang didasari atas khawatir keduanya (ibu dan janin), maka tidak diharuskan untuk membayar fidyah melainkan hanya mengqhada puasanya saja.

Madzhab Hambali
Menurut madzab ini wanita hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa apabila khawatir atas hal buruk terhadap keduannya (ibu dan janin). Maka, diwajibkan mengqhada puasa tersebut dan tidak perlu membayar fidyah. Namun jika rasa khawatir hanya pada anaknya atau janinnya saja. Maka, diharuskan untuk mengqhada puasanya dan membayar fidyah. (Maharani, 2023).

Dengan demikian, ketentuan puasa bagi wanita yang sedang hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa atas berbagai rasa khawatir terhadap dirinya dan anaknya. Dan wanita yang meninggalkan puasanya pada saat hamil wajib mengganti puasanya dihari lain sesusai dengan berapa puasa yang ditinggalkan. Karena, wanita hamil termasuk kedalam golongan yang berat dalam berpuasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *