Islamisasi Dunia Digital: Jihad Fii Sabilillah dalam Menebar Rahmah di Ruang Digital

Ilustrasi komunikasi dakwah melalui ruang digital. (Dok. Freepik)

Pada era teknologi yang berkembang pesat saat ini, seluruh lapisan masyarakat memiliki kebebasan dalam mengakses informasi pada ruang publik. Kemajuan teknologi memberikan ruang terbuka bagi suatu golongan untuk menyampaikan doktrin kepentingan semata.

Tidak dapat dipungkiri, media sosial juga menjadi tempat sarana penyebaran konten radikalisme dan upaya untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat. Gerakan-gerakan radikalisme memiliki pola beragam dalam melancarkan manuvernya di media sosial. 

Pola gerakannya biasa dikenal dengan motif seperti untuk mendirikan negara khilafah, mengembalikan slogan Al-Qur’an dan Hadis, serta memperjuangkan syariat Islam melalui gerakan doktrin ideologi sampai kepada pola militer. Terlebih lagi pada kemajuan teknologi membuat digitalisasi dakwah di media sosial semakin masif.

Dalam merespon problematika tersebut, islamisasi dunia digitallah menjadi salah satu jihad fii sabilillah di ruang digital. Maksudnya adalah bagaimana menciptakan dunia digital yang islami sebagai tonggak untuk menebar Islam Rahmatan lil ‘Alamiin di media sosial.

Islamisasi dunia digital merupakan proses upaya pengislaman yang dilakukan dalam bentuk apapun pada ruang-ruang maya di dunia internet. Sederhananya adalah membumikan konsep Islam di media sosial. Islam yang bagaimana? Tentunya yang mengarahkan pada konsep Rahmatan lil ‘Alamin.

Jadi, konsep islamisasi dunia digital bukanlah memaksa semua netizen untuk beragama Islam. Tidak juga sekedar menebar ayat-ayat lalu menyalahkan Muslim lain yang tidak sejalan. Akan tetapi, lebih kepada penanaman sikap rahmah atau kasih sayang dalam pergaulan di media sosial.

Bukankah Islam datang sebagai bentuk kasih sayang Allah Swt. kepada manusia? Kemudian Nabi Muhammad saw. sebagai template paripurna kebaikan seorang manusia yang patut ditiru?

Nabi Muhammad saw. memang tidak bermedia sosial. Namun, beliau selalu menggunakan jalan apapun agar segala kebaikan yang ada dalam Islam segera tersebar luas. Hal itu harusnya menjadi alasan kenapa umat Muslim khususnya agar tetap bermedia sosial. Bukan mengejar kebaikannya, namun lebih kepada memanfaatkan kebaikan media sosial yang secepat kilat dapat mengirimkan informasi ke seantero dunia. Sederhananya, ini lahan dakwah yang sangat menjanjikan.

Selain itu, upaya penyelamatan masyarakat pun diutamakan. Mengingat paham yang ada (radikalisme, intoleran) telah tersebar secara masif. Maka pressure yang dapat dilakukan dalam mengislamkan kembali media sosial harus lebih gencar. Hal ini penting dan darurat karena dapat menjadi hujah yang tepat untuk tetap bermedia sosial, Tentunya tujuannya adalah islamisasi digital.

Sulitkah? Coba saja dahulu!

Jika menilik sosok ulama milenial yang aktif bermedia sosial, terdapat nama Habib Ja’far yang menjadi salah satu inisiator jenius dalam upaya islamisasi dunia digital melalui jargon “Log In” nya. Program inspiratif ini dilakukan oleh Habib Ja’far bersama Onad di channel YouTube Deddy Corbuzier selama bulan Ramadan. Semua elemen dapat melihatnya dengan begitu luar biasa pengaruhnya hingga merangkul non Islam untuk berpartisipasi menciptakan dunia digital yang ramah di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural.

Saat ini generasi milenial menjadikan sosok Habib Ja’far ini sebagai tokoh ulama idola karena gerakan dakwah digitalnya melalui media sosial dan program “Log In”. Pada era digital ini, tentunya para santri milenial bisa menirukan gaya dakwahnya Habib Ja’far dalam mengislamisasikan dunia digital. Sebagaimana dalam kaidah amaliah Nahdliyyin (Mustamar, 2016), yaitu:

المحافظة عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ بالجديد الأَصْلَحِ

al-muhâfazhat ‘alâ al-qadîm al-shâlih wa al-akhdu bi al-jadîd alashlah

Artinya: “Menjaga tradisi lama yang masih baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik.”

Dari kaidah di atas, para santri milenial harus tetap mempertahankan budaya lama yang baik sebagai kepribadian bangsa dan kekhasan dakwah yang dilakukan oleh para walisongo.

Kemudian mengadopsi budaya baru yang lebih baik dengan mengelaborasikan teknologi informasi dan komunikasi sebagai wadah menyebarkan nilai-nilai ajaran Islam yang positif. Maka dari itu, adaptasi dakwah sesuai dengan perkembangan zaman penting dilakukan dalam menebarkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *