
Nafsu seringkali dikenal dengan emosi, atau hasrat yang berhubungan dengan seksual. Dalam mengendalikan nafsu tersebut tentu saja tidak mudah. Karena sejatinya setiap manusia memiliki nafsu yang menjadi dasar perbuatan yang dilakukannya. Menurut Imam Al-Ghazali bahwa yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan hawa nafsu.
Ketika manusia gagal dalam mengendalikan hawa nafsu, maka menjadi salah satu penghuni neraka. Bisa jadi ketika kita melakukan sesuatu dan baru menyadari belakangan, lalu menyesali yang telah dilakukan. Merupakan ciri seseorang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Imam Al Ghazali juga menyebut bahwa ada tiga bentuk perlawanan manusia terhadap hawa nafsu:
- Pertama nafsu muthmainnah (nafsu yang tenang), adalah ketika iman lebih kuat dan bisa melawan hawa nafsu, lalu segera sadar dan menjadi gelisah atas perbuatannya yang buruk.
- Kedua, nafsu lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri), adalah kadangkala ketika iman menang dan kalah melawan hawa nafsu.
- Ketiga, nafsu la’ammaratu bissu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yakni ketika iman kita lemah dalam melawan hawa nafsu, sehingga lebih banyak berbuat keburukan daripada kebaikan.
Iman, ilmu dan amal dengan banyak beribadah, berdoa, beramal shalih, berpikir positip dan menjauhi maksiat merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dalam pengendalian hawa nafsu. Sementara akal secara umum bisa menyuruh manusia untuk melakukan kebaikan, namun suatu saat bisa berubah dan ragu-ragu karena tidak bisa menetapkan pilhan.
Penulis: Alfian Febriyanto
Editor: Suciyadi Ramdhani