Spirit menjadi Manusia Paripurna di Bulan Suci Ramadan

Ilustrasi tadarus Al-Qur’an di bulan suci Ramadan. (Dok. Ebookanak)

Marhaban Yaa Ramadan, bulan suci Ramadan 1446 Hijriah telah tiba, manusia berbondong-bondong untuk menanam benih kebaikan dan amal saleh di bulan yang mulia tersebut. Sudah saatnya sucikan hati, sucikan jiwa dan bersihkan pikiran.

Kedatangan bulan suci Ramadan memberikan kegembiraan pada umat Muslim karena segala bentuk kebajikan dan kebaikan serta amal ibadah akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Rohani yang bersih dan jasmani yang kuat diharapkan mampu membuat ibadah kita selama bulan Ramadan dapat membentuk manusia paripurna, insanul kamil, yakni Muttaqin.

Sebagaimana fungsi puasa Ramadan dalam firman Allah Swt. Surah Al-Baqarah ayat 183,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:183)

Bunyi ayat di atas menunjukkan satu kewajiban bagi setiap pribadi Muslim yang waktunya telah ditetapkan sebulan lamanya setiap tahun. Puasa Ramadan ini merupakan ujian dan barometer bagi keimanan seseorang, kemampuan dan kadar iman dalam menghadapi berbagai penderitaan lahir maupun batin dapat diukur melalui prosesi ibadah puasa seseorang.

Dengan kata lain, jika ibadah puasa ini dilakukan dengan semata-mata karena mengharapkan Rida Allah Swt., berarti keimanan dan ketakwaannya kepada Allah telah mantap dan baik.

Sebaliknya, orang yang puasanya tidak benar atau bahkan tidak puasa sama sekali, berarti keimanan dan ketakwaan kepada Allah belum mantap dan merekalah golongan orang yang merugi.

Perlu kita renungkan sejenak, siapakah hakikat diri kita ini? Lalu akan ke manakah tujuan hidup kita?

Tentunya jawaban pertama, kita merupakan hamba Allah yang dimuliakan, sebab sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di atas bumi. Sedangkan jawaban kedua, tentu kita akan kembali kepada Allah apabila ketentuan ajal telah tiba.

Maka dari itu, untuk menguatkan hakikat diri kita, agamalah bentengnya dan akallah alat untuk membedakan serta memikirkannya. Dalam sebutan lain, agama tanpa akal tidaklah berarti dan akal tidak mampu mengalahkan nafsu syaithaniyah adalah percuma.

Jadi, seseorang yang menjalankan seluruh ajaran Islam dengan menggunakan akal dan dapat melepaskan diri dari kungkungan syaithaniyah, itulah orang yang berbahagia atau dalam kata lain dialah orang yang bertakwa.

Mari kita melakukan amal yang diridai Allah Swt dan menjadi pribadi yang baik. Amal yang tidak dikotori oleh noda dan cela yang disebabkan bujukan nafsu syaithaniyah.

Ciri orang baik adalah seperti yang disebut dalam Al-Qur’an والكاظمين الغيظ yaitu orang-orang yang mampu menahan emosi ketika marah. Itulah amal saleh yang kelak menjamin kebahagiaan di akhirat.

Sebagaimana tertera dalam firman Allah Swt. Surah Luqman ayat 8,

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَهُمْ جَنّٰتُ النَّعِيْمِۙ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, baginya surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS. Luqmān [31]:8)

Amal saleh merupakan pantulan dari iman yang sempurna. Gus Baha pernah menyampaikan cara pandang tentang puasa Ramadan secara benar karena meniru ulama-ulama terdahulu, di antaranya paling tidak kita dengan berpuasa itu merasa lapar.

Betapa sakitnya orang-orang miskin yang lapar terus merasa menghormati makanan karena begitu nikmat ketika kita melihat makanan yang kita sepelekan saat tidak ramadan, tetapi ketika Ramadan itu terasa spesial semua, bahkan air putih pun spesial, sekedar gorengan pun spesial.

Dan itu hebatnya Rasulullah saw. ketika memuji Ramadan dengan hal-hal yang lumrah dan yang wajar. Jadi Nabi membayangkan manusia itu apapun hebatnya ternyata kebutuhan pokoknya ialah makan.

Ketika buka merasa senang sekali, meskipun tidak memiliki mobil mewah, tidak mempunyai uang banyak, tetapi sekedar bertemu makanan itu senang sekali.

Oleh karenanya, tujuan utama puasa di bulan Ramadan adalah untuk mengembalikan fitrah asli manusia, yakni menghormati makanan, karena sesungguhnya kebutuhan pokok manusia ialah makan. Marilah kita hadirkan hati yang tulus dan penuh kegembiraan di bulan suci Ramadan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *