Penafsiran Al-Qur’an merupakan perjalanan panjang perkembangan keilmuan Islam terhadap kitab Suci Al Qur’an. Suatu keniscayaan bahwa manusia adalah mahluk dengan budaya, karsa dan berperadaban sehingga penafsiran harus mampu hidup dalam setiap waktu, tempat dan kondisi masyarakat.
Di Indonesia dikenal sebuah produk tafsir yang kental dengan apresiasi terhadap kearifan lokal yaitu Tafsir Sunda Ayat Suci Lenyepaneun. Ditulis dengan bahasa Sunda Lancaran (umum) oleh Mohamad Emon Hasim atau lebih dikenal dengan Moh. E Hasim. Tasir ini lahir dari latar belakang penulis modern yang sangat populer pada masanya, yaitu sekitar tahun 90 sampai 2000-an.
Metode penafsiran yang digunakan adalah bil ra’yi merupakan metode menafsirkan yang dominan dengan rasio atau pemikiran mufasir. Faktor lain yang membuat tafsir ini sangat digemari adalah corak penafsiran adabi ijtima’i atau sosial kemasyarakatan yang dengan kondisi sosial masyarakat pada zamannya.
Beberapa aspek lokalitas tafsir Sunda Ayat Suci Lenyepaneun, sebagaimana diungkapkan Jajang A. Rohmana dapat ditinjau dalam tiga hal berikut.
- Tatakrama Bahasa
Dalam bahasa Sunda, tatakrama bahasa atau biasa disebut undak usuk basa merupakan sistem tingkatan tutur kata yang digunakan berdasarkan perbedaan usia, kedudukan, pangkat dan lainnya. Contohnya dalam membedakan ungkapan kamu yang ditujukan pada Nabi SAW dengan “hidep” dan “maraneh” yang ditujukan kepada iblis. Seperti dalam Qs. Al Araf ayat 18 : “Allah naros naon sababna maneh teu sujud basa diparentah ku kami?” (Moh. E Hasim, Jilid 8 216)
- Ungkapan tradisional Sunda
Bahasa Sunda juga mempunyai keunikan dalam ungkapannya. Orang Sunda banyak menggunakan paribasa (peribahasa), babasan atau ungkapan yang menjadi bukti kekayaan budaya. Ungkapan tersebut mengandung unsur nasehat, prisip hidup atau etika. Contoh penggunaan dalam tafsir Qs. Ali Imran ayat 159, “dina mayunan prajurit nu indisipliner Rosul teh tetep lemah lembut teu sahaop kadua gaplok”.
Ungkapan ‘teu sahaop kadua gaplok” merupakan gambaran sosok Rosul yang sabar dan murah hati, bukan seorang yang pemarah dan mudah emosi.
- Gambaran Alam Kesundaan
Sunda atau juga biasa disebut pasundan merupakan daerah tropis yang indah dengan lingkungan hijaunya. Gambaran ini menjadi salah satu aspek yang membuat tafsir ayat Suci Lenyepaneun unik. Contoh penggunaannya dalam penafsiran Qs. al-Baqarah: 256 : “taya paksaan dina agama, asalna oge susukan palid sorangan”
Ungkapan susukan palid merupakan sebuah metafor untuk gambaran tulusnya beragama seperti aliran sungai. Kata susukan tersebut berarti juga sungai atau aliran irigasi bila diangkat pada zaman sekarang.
Penulis: Syahrul Kirom
Editor: Suciyadi Ramdhani